Senin, 07 April 2008

TALENTA PEMISKINAN

TALENTA PEMISKINAN

”Manusia pada dasarnya tercipta dan dilahirkan untuk menjadi miskin”, kemiskinan di masyarakat di ibaratkan bagi seorang bayi yang baru lahir telanjang dan tidak mengetahui kehidupan yang akan datang. Contoh kemiskinannya adalah, miskin bahasa, miskin penglihatan, miskin pengetahuan, miskin materi, dan semua orang pasti mengalami kondisi lahiriya.

Pendek kata, kemiskinan merupakan persoalan yang maha kompleks dan kronis. Karena sangat kompleks dan kronis, maka cara penanggulangan kemiskinan pun membutuhkan analisis yang tepat, melibatkan semua komponen bangsa, dan diperlukan strategi penanganan yang tepat, berkelanjutan dan tidak bersifat temporer.

Gerakan di Dunia Ketiga atau negara berkembangan, khususnya di Indonesia, menghadapi kenyataan dimana perekonomian negaranya begitu lemah dan carut marut, kecil, dan tergantung pada perekonomian negara-negara kapitalis maju yang mengusung globaliasi. Ketergantungan itu secara jelas tampak pada sektor alat-alat produksi: modal, teknologi, harga, pasar, dan rasa. Akibat dari hubungan yang timpang ini, negara-negara Dunia Ketiga tidak bisa melepaskan dirinya dari belenggu keterbelakangan dan hutang.

Pada tahun 2005, Indonesia menempati urutan 110 dari 177 negara, dengan indeks 0.697, turun dari posisi sebelumnya di urutan 102 dengan indeks 0.677 pada tahun 1999. Posisi ini cukup jauh dibandingkan negara-negara tetangganya, seperti Malaysia (urutan 61/0.796), Thailand (urutan 73/0.778), Filipina (urutan 84/0.758) dan Vietnam (urutan 108/0.704). Dan pada tahun 2006 Indonesia mengalami kemajuan dengan angka IPM mencapai 0.711 dan berada diurutan 108, mengalahkan vietnam yang mempunyai nilai 0.709. Kecenderungan dari angka IPM Indonesia adalah terus menerus naik (0.677 pada 1999, 0.697 pada 2005, dan 0.711 pada 2006) dan semakin mempersempit ketinggalanya dibanding negara-negara lain, (sumber data, www.wikipedia.co.id).

Dari tabel diatas terlihat jelas tiap tahunnya jumlah penduduk miskin di perkotaan dan di perdesaan, pada tahun 1998 jumlah penduduk miskin di perkotaan 17,60 juta jiwa dan di perdesaan 31,90 juta jiwa, jadi total penduduk miskin pada tahun 1998 49,50 juta jiwa. Sedangkan pada tahun 2005 kemiskinan diperkotaan 12,40 juta jiwa dan di perdesaan jumlah penduduk miskin mencapai 22,70 juta jiwa. Pada kolom persentase penduduk miskin pada tahun 1998 sebesar 24,23 %, dan pada tahun 2005 persentase penduduk miskin mencapai 15,97 % dan pada maret 2006 Jumlah penduduk miskin sebesar 39,05 juta (17,75 persen) sehingga mengalami peningkatan sebesar 3,95 juta dan sebagian besar (63,41 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan (Sumber: Diolah kembali dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional, Susenas).

Dari berbagai langkah-langkah yang telah diambil oleh pemerintah dalam menanggulangi atau menurunkan angka kemiskinan melalui program IDT, P2KP, PPK, P2DTK, PDMDKE dan lainnya, yang saat ini telah terintegrasi dalam PNPM Mandiri, dapat memberikan konstribusi yang besar dalam menurunkan angka kemiskinan di Indonesia, namun apa yang terjadi dari hasil kajian dari sumberdata Susenas (tabel diatas). Begitu banyaknya program/proyek yang di luncurkan ke masyarakat tidak membawa perubahan yang signifikan tiap tahunnya, adalah sebagai berikut :

Tahun 1998-1999 : Jumlah penduduk miskin terjadi penurunan di wilayah perkotaan 1,96 juta jiwa, sedangkan di wilayah perdesaan jumlah penduduk miskin mengalami kenaikan 430 ribu jiwa.

Tahun 2000-2001 : jumlah penduduk miskin terjadi penurunan di wilayah perkotaan 3,70 juta jiwa, sedangkan di wilayah perdesaan berbalik dari wilayah perkotaan mengalami kenaikan jumlah penduduk miskin yaitu sebanyak 2,90 juta jiwa.

Tahun 2002-2003 : Jumlah penduduk miskin di wilayah perkotaan mengalami penurunan kembali 1,10 juta jiwa, sedangkan di wilayah perdesaan tidak ada perubahan penurunan atau kenaikan jumlah penduduk miskin atau 0 juta jiwa.
Namun tidak dapat disangkal pula penurunan angka kemiskinan di wilayah perdesaan yaitu pada kurun waktu tahun 1999-2000 yaitu sebanyak 5,93 juta jiwa dan pada tahun 2001-2002 terjadi penurunan angka kemiskinan 4,20 juta jiwa, dan apakah penurunan angka kemiskinan ini akan bergerak menurun tiap tahunnya ?

Rupanya kita masih baru belajar “dermawan” dengan meluncurkan program-program parsial, sehingga dampaknya adalah ketergantungan masyarakat pada penyaluran bantuan sosial yang sifatnya sementara dari alhasil pinjaman luar negeri. Selain itu, kita juga masih mengeneralisir masalah kemiskinan itu sendiri. Padahal secara lokal, kemiskinan memiliki penyebab yang berbeda-beda, sehingga program-program pembangunan banyak yang tidak berdasar pada masalah-masalah kemiskinan yang sebenarnya. Maka, tidak perlu heran apabila menurunnya angka kemiskinan tersebut menjadi perdebatan di kalangan elit atas karena tidak secara fantastis.

Sepertinya kita perlu menilik “apa sih sebenarnya penyebab kemiskinan itu?”Dari kondisi tiap tahunnya yang menjadi bahan pertanya apakah program pemerintah tidak menyentuh kehidupan penduduk miskin di perdesaan ?, dan mengapa puluhan program pemerintah tidak mampu menurunkan angka kemiskinan yang signifikan ? hal ini yang menjadi renungan kita semua.

Tidak ada komentar: