Senin, 21 April 2008

DESAKU

DESAKU

Desa yang kucinta, pujuaan hatiku, tempat ayah dan bunda dan handetolanku ?.....

Senandung yang indah dan merdu ”desaku” tak mampu lagi menembangkannya atau melafalkannya dalam pikiran (tidak hapal) dari sebagian anak-anak bangsa, mungkin muncul suatu pernyataan, apakah keberadaan desa saat ini telah menjadi anak tiri, anak tiri dalam pikiran kita dan lingkup pembangunan nasional ataupun pemimpin bangsa ?. Kesenjangan kota dan desa tak mampu lagi dielminir sehingga muncul pengkotomian kota dan desa, dimana desa terasa terpinggirkan dari pembangunan, pembangunan prasarana-sarana desa yang harusnya menjadi primadona pembangunan sebagai mobilitas penunjang peningkatan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat di perdesa tidak terealisasi, kondisi berimbas (multyplayer efek), pendidikan, kesehatan, kredit usah perbankkan, informasi dan lain-lainnya, yang tidak pernah bersinggungan dengan masyarakat desa.

Hal tersebut sangat menyayat dan menyesakkan hati apa yang kita lihat dan dengar, dimana kemiskinan para buruh tani/petani mengharapkan uluran tangan pemerintah untuk membeli harga padi kering dengan harga yang tinggi, namun apa yang terjadi, pemerintah membeli harga padi kering petani dengan harga sangat murah, sehingga para petani menahan produk mereka ke dalam lumbung-lumbung padi, dengan harapan suatu saat pemerintah akan membili harga padi sesuai jeripayah para petani, namun kenyataannya sangatlah pelik, pemerintah lebih mengutamakan impar beras dari negara Vietnam, yang konon harganya lebih murah. Apabila terjadi perubahan kenaikan harga pangan sedunia, apakah harga beras dari negara Vietnam akan lebih murah dari hasil para buruh tani/pak tani?. yang menjadi permasalahannya adalah mengapa karya anak negeri tidak pernah diterima di negerinya sendiri ?.

Penetapan atau mematok harga padi kering begitu rendah, pemerintah dapat menyelesaikan persoalan kemiskinan para petani/buruh tani ?, atau dengan mengimpor beras pemerintah dapat menyelesai pemasalahan kemiskinan para petani/buruh tani ?, lambat laun hal ini terjadi, sehingga para buruh tani/petani berpindah ke akhli profesi tanpa pengetahuan dan keakhliannya dan terjebak dalam kemiskinan.

Manusia yang seharusnya sebagai makluk sosial untuk berinteraksi dalam kesosialanya tidak bisa menjawab filsafat tersebut, suatu contoh kasus dalam program pemerintah, mengapa pemberian sosial kepada masyarakat dari pemerintah, harus membutuhkan tahapan atau proses yang panjang dan berbelit-belit, dengan melakukan musyawara berulang-ulang, tanpa melihat keberadaan masyarakat sebagai pelaku ekonomi dalam mencari pendapatan dan memperpanjang kehidupan nya.

Pada saat APBN 2008 mengalokasikan 54 triulyan bagi pementasan kemiskinan di desa dan kota, apakah dana tersebut akan sampai ke masyarakat, sesuai dengan besaran tersebut, angka tersebut adalah bruto, yang menjadi pertanyaan apakah dana tersebut bersumber dari APBN 2008 murni atau dana pinjaman dari lembaga donor (world Bank) ?, dalam mengembangan pembangunan di masyarakat miskin perdesaan melalui dana pinjaman itu adalah hal mustahil dan tidak sesuai dengan akal sehat selaku makluk tuhan yang berakal.

Desa adalah suatu tempat yang kita cintai, yang akan membawa kita ke dalam kenagan indah, dimana kita di lahirkan dan dibesarkan, menghirup udara yang sejuk dipagi hari, melihat keramahan penduduk bertegur sapa, dan bercerita masa lalu yang tak ada dan tak mudah untuk menceraikan penduduk dengan desa yang permai. Kini desa menjadi kanal-kanal bencana banjir, kelaparan, dan kemelaratan, kriminal penebangan liar, sehingga muncul suatu anggapan ”mungkin desa taknyaman lagi untuk dihuni”, tidak ada lagi udara sejuk, penduduknya tak ramah, komunikasi merupakan suatu sisi dari interaksi sosial tak lagi di temuai, terkikis potensi sosial (gotongroyong) atau yang lebih yahut lagi kita dengar partisipasi mulai luntur. Sebagai langkah pembenarannya adalah Urbanisasi desa ke kota, kemiskinan di perkotaan dan tingkat kriminalitas yang tinggi berada diperkotaan.
Saat ini desa menjadi kanal-kanal banjir, kriminalitas dan penebangan liar yang disokong oleh pemilik modal dan kekuasan, dengan menjual atau mengkomersialkan potensi alam desa untuk mendapatkan keuntungan segelitir kelompok atau instansi.

Senin, 07 April 2008

TALENTA PEMISKINAN

TALENTA PEMISKINAN

”Manusia pada dasarnya tercipta dan dilahirkan untuk menjadi miskin”, kemiskinan di masyarakat di ibaratkan bagi seorang bayi yang baru lahir telanjang dan tidak mengetahui kehidupan yang akan datang. Contoh kemiskinannya adalah, miskin bahasa, miskin penglihatan, miskin pengetahuan, miskin materi, dan semua orang pasti mengalami kondisi lahiriya.

Pendek kata, kemiskinan merupakan persoalan yang maha kompleks dan kronis. Karena sangat kompleks dan kronis, maka cara penanggulangan kemiskinan pun membutuhkan analisis yang tepat, melibatkan semua komponen bangsa, dan diperlukan strategi penanganan yang tepat, berkelanjutan dan tidak bersifat temporer.

Gerakan di Dunia Ketiga atau negara berkembangan, khususnya di Indonesia, menghadapi kenyataan dimana perekonomian negaranya begitu lemah dan carut marut, kecil, dan tergantung pada perekonomian negara-negara kapitalis maju yang mengusung globaliasi. Ketergantungan itu secara jelas tampak pada sektor alat-alat produksi: modal, teknologi, harga, pasar, dan rasa. Akibat dari hubungan yang timpang ini, negara-negara Dunia Ketiga tidak bisa melepaskan dirinya dari belenggu keterbelakangan dan hutang.

Pada tahun 2005, Indonesia menempati urutan 110 dari 177 negara, dengan indeks 0.697, turun dari posisi sebelumnya di urutan 102 dengan indeks 0.677 pada tahun 1999. Posisi ini cukup jauh dibandingkan negara-negara tetangganya, seperti Malaysia (urutan 61/0.796), Thailand (urutan 73/0.778), Filipina (urutan 84/0.758) dan Vietnam (urutan 108/0.704). Dan pada tahun 2006 Indonesia mengalami kemajuan dengan angka IPM mencapai 0.711 dan berada diurutan 108, mengalahkan vietnam yang mempunyai nilai 0.709. Kecenderungan dari angka IPM Indonesia adalah terus menerus naik (0.677 pada 1999, 0.697 pada 2005, dan 0.711 pada 2006) dan semakin mempersempit ketinggalanya dibanding negara-negara lain, (sumber data, www.wikipedia.co.id).

Dari tabel diatas terlihat jelas tiap tahunnya jumlah penduduk miskin di perkotaan dan di perdesaan, pada tahun 1998 jumlah penduduk miskin di perkotaan 17,60 juta jiwa dan di perdesaan 31,90 juta jiwa, jadi total penduduk miskin pada tahun 1998 49,50 juta jiwa. Sedangkan pada tahun 2005 kemiskinan diperkotaan 12,40 juta jiwa dan di perdesaan jumlah penduduk miskin mencapai 22,70 juta jiwa. Pada kolom persentase penduduk miskin pada tahun 1998 sebesar 24,23 %, dan pada tahun 2005 persentase penduduk miskin mencapai 15,97 % dan pada maret 2006 Jumlah penduduk miskin sebesar 39,05 juta (17,75 persen) sehingga mengalami peningkatan sebesar 3,95 juta dan sebagian besar (63,41 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan (Sumber: Diolah kembali dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional, Susenas).

Dari berbagai langkah-langkah yang telah diambil oleh pemerintah dalam menanggulangi atau menurunkan angka kemiskinan melalui program IDT, P2KP, PPK, P2DTK, PDMDKE dan lainnya, yang saat ini telah terintegrasi dalam PNPM Mandiri, dapat memberikan konstribusi yang besar dalam menurunkan angka kemiskinan di Indonesia, namun apa yang terjadi dari hasil kajian dari sumberdata Susenas (tabel diatas). Begitu banyaknya program/proyek yang di luncurkan ke masyarakat tidak membawa perubahan yang signifikan tiap tahunnya, adalah sebagai berikut :

Tahun 1998-1999 : Jumlah penduduk miskin terjadi penurunan di wilayah perkotaan 1,96 juta jiwa, sedangkan di wilayah perdesaan jumlah penduduk miskin mengalami kenaikan 430 ribu jiwa.

Tahun 2000-2001 : jumlah penduduk miskin terjadi penurunan di wilayah perkotaan 3,70 juta jiwa, sedangkan di wilayah perdesaan berbalik dari wilayah perkotaan mengalami kenaikan jumlah penduduk miskin yaitu sebanyak 2,90 juta jiwa.

Tahun 2002-2003 : Jumlah penduduk miskin di wilayah perkotaan mengalami penurunan kembali 1,10 juta jiwa, sedangkan di wilayah perdesaan tidak ada perubahan penurunan atau kenaikan jumlah penduduk miskin atau 0 juta jiwa.
Namun tidak dapat disangkal pula penurunan angka kemiskinan di wilayah perdesaan yaitu pada kurun waktu tahun 1999-2000 yaitu sebanyak 5,93 juta jiwa dan pada tahun 2001-2002 terjadi penurunan angka kemiskinan 4,20 juta jiwa, dan apakah penurunan angka kemiskinan ini akan bergerak menurun tiap tahunnya ?

Rupanya kita masih baru belajar “dermawan” dengan meluncurkan program-program parsial, sehingga dampaknya adalah ketergantungan masyarakat pada penyaluran bantuan sosial yang sifatnya sementara dari alhasil pinjaman luar negeri. Selain itu, kita juga masih mengeneralisir masalah kemiskinan itu sendiri. Padahal secara lokal, kemiskinan memiliki penyebab yang berbeda-beda, sehingga program-program pembangunan banyak yang tidak berdasar pada masalah-masalah kemiskinan yang sebenarnya. Maka, tidak perlu heran apabila menurunnya angka kemiskinan tersebut menjadi perdebatan di kalangan elit atas karena tidak secara fantastis.

Sepertinya kita perlu menilik “apa sih sebenarnya penyebab kemiskinan itu?”Dari kondisi tiap tahunnya yang menjadi bahan pertanya apakah program pemerintah tidak menyentuh kehidupan penduduk miskin di perdesaan ?, dan mengapa puluhan program pemerintah tidak mampu menurunkan angka kemiskinan yang signifikan ? hal ini yang menjadi renungan kita semua.

Kamis, 03 April 2008

pnpm vs globaliasi

Rupanya kita masih baru belajar “dermawan” dengan meluncurkan program-program parsial, sehingga dampaknya adalah ketergantungan masyarakat pada penyaluran bantuan sosial yang sifatnya sementara dari alhasil pinjaman luar negeri. Selain itu, kita juga masih mengeneralisir masalah kemiskinan itu sendiri. Padahal secara lokal, kemiskinan memiliki penyebab yang berbeda-beda, sehingga program-program pembangunan banyak yang tidak berdasarkan pada masalah-masalah kemiskinan yang sebenarnya. Maka, tidak perlu heran apabila menurunnya angka kemiskinan tersebut menjadi perdebatan di kalangan elit, dengan meramu angka-angka secara fantastis. Sepertinya kita perlu menilik “apa sih sebenarnya penyebab kemiskinan itu?”

Penyebab kemiskinan adalah ketidak berpihakan penguasa terhadap orang miskin, mengapa saya kata "penguasa tidak berpihak kepada orang miskin". Berapa besar anggaran pemerintah yang di gunakan untuk orang miskin ? dan apabila porsi APBN kita memporsikan lebih besar terhadap kemiskinan, keyakinan yang akan muncul dari kalangan, dalam beberapa tahun saja kemiskinan di indonesia akan turun drastis.

Globalisasi adalah suatu konsep geopolitik, teknologi, ekonomi dan budaya, Ohmae (1991), yang erat kaitannya konsepsi kebijakan internasional dalam payung lembaga PBB dengan mengusung 8 (delapan) komitmen MDGs pada tahun 2000, diantaranya 1) Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan 2) Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua, 3) Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan, 4) Menurunkan Angka Kematian Anak, 5) Meningkatkan Kesehatan Ibu, 6) Memerangi HIV/AIDS, Malaria, dan Penyakit Menular Lainnya, 7) Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup, dan 8) Mengembangkan Kemitraan Global untuk Pembangunan.

Hal ini merupakan konsekwensi logis yang kita harus terima dan kita renungkan, dimana globalisasi wujud dari kerjasama perusahaan mulitylateral, dalam mengakumulasikan modal perusahaan di negara berkembang atau terbelakang, dengan program dan tujuan yang sangat mulia yaitu adanya point menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, namun dibalik semuanya itu NKRI dalam pengendaliaan dan ketergantungan dengan perusahaan tersebut.

Walaupun sangat pahit kenyataanya, dimana kerugian terjadi pada negara berkembangan/selatan, yaitu kita harus meminjam dana dalam mengurangi angka kemiskinan dengan persyaratan yang harus kita penuhi. 1) Privatisasi BUMN, 2) Menghapus subsidi, 3) Tidak ada bea cukai dalam Import Pangan dan lain-lain. Privatisasi BUMN, akan menipisnya keterlibatan negara dalam menghidupi penduduknya, penghapusan subsidi dimungkin apabila kematangan dalam masyarakat sudah tercapai, import pangan : apakah pemerintah sudah memberikan proteksi kepada para petani dari sisi produksi, distribusi dan penetapan harga.

Globalisasi begitu cepat bergulir di bumi kita, dengan pendekatan PNPM dalam mengurangi angka kemiskinan apakah secepat arus globaliasi ?, apabila PNPM mempunyai proses yang lebih cepat maka saya acung jempol, dan apabila globalisasi lebih cepat maka kita hanya menghisap jempol dan jumlah penduduk kita akan semakin deras bertambah.

Paradigma pembangunan seharusnya berkoordinasi, dalam merumuskan atau membuat suatu regulasi bukan dengan senjata menaikan harga minyak dan pangan, yang merupakan suatu kebijakan sudah lazim dan tidak populer lagi.